Rabu, 15 Juni 2011

LOWONGAN KERJA

KERJA DI JOGJA
MENGINGAT BANYAKNYA PERMINTAAN TENAGA KERJA DI JOGJA
LANGSUNG KERJASEGERA !!!
DAFTARKAN DIRI ANDA DI
CV BAGAS SAKTI UTAMA
RESMI IZIN DISNAKERTRANS JOGJA SIUP: 562/6514 A.W  2001
UNTUK TENAGA :
STAFF ADM,   HOTEL  ,  GUDANG  , SWALAYAN  ,SOPIR
RESTORANT  , BENGKEL  , CLEANING SERVICE , TOKO
BESAR ,OFFICE BOY ,PRODUKSI ,DLL..
                
 fasilitas:
1. info seputar lowongan kerja di kantor Gratiss
2. job langsung pilih dibuku kantor (data gaji, jam kerja, alamat Tempat kerja, dan fasilitas tertulis lengkap & jelas )  
3. terbuka bagi lulusan SD/tanpa ijazah sampai S1 (umur 18-40 th)
4. disediakan mess & makan gratis ditempat kerja bagi  Yang jauh  
5. cocok & syarat2 siap langsung penempatan (tanpa menunggu panggilan & bisa langsung mulai kerja)
6. garansi pindah gratis jika kerja belum cocok
7. tidak ada batas waktu paling lambat (setiap hari kantor buka Jam 08.00-14.00 wib kecuali hari minggu & tgl merah)
8. SEBAGAI KARYAWAN TETAP DAN 100% BUKAN SALES
Syarat-syarat penempatan
·      SYARAT          : FOTOKOPI KTP, C1/KK, DAN IJAZAH TERAKHIR (masing-masing 2
lembar)
DATANG LANGSUNG BERTEMU Bpk SUGENG
LAMARAN DAN  RIWAYAT HIDUP DIBUAT DI KANTOR
·      BIAYA ADM     : HANYA Rp 350.000,-  (tidak ada tambahan) SUDAH TERMASUK
BIAYA  ANTAR PENEMPATAN DAN GARANSI PINDAH GRATIS JIKA PEKERJAAN BELUM COCOK
ALAMAT  KANTOR      : JL. IMOGIRI TIMUR  NO:250B,BARAT TERMINAL GIWANGAN JOGJA.
DARI 1/4 AN RING ROAD TERMINAL KEUTARA 50M,BARAT JALAN
NAIK BUS                    : TURUN TERMINAL GIWANGAN JOGJA,SELATAN PINTU MASUK BUS
DATANG LANGSUNG KE KANTOR BERTEMU Bpk  ( SUGENG )
INFO SMS  0818  0425 0203

PTK

PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A.  Pendahuluan

            Sehubungan dengan prosedur penelitian tindakan, ada empat hal penting yang perlu dideskripsikan dan dipahami. Keempat hal penting tersebut adalah (1) proses mendasar dalam penelitian tindakan, (2) jenis penelitian tindakan, (3) persoalan praktis dalam penelitian tindakan, dan (4) teknik pemantauan dalam penelitian tindakan.

B.  Proses Mendasar dalam Penelitian Tindakan

            Hakikatnya, penelitian tindakan itu bersifat partisipatoris dan kolaboratif yang dilakukan atas dasar kepedulian bersama terhadap keadaan yang perlu ditingkatkan. Sekelompok orang tersebut dalam situasi tertentu mendeskripsikan kepeduliannya menjadi butir-butir pemikiran dan mencari cara yang dapat dilakukan untuk mengubah situasi. Sekelompok orang tersebut mengidentifikasi permasalahan secara tematik dan menentukan bidang substansi yang akan dijadikan sebagai fokus strategi peningkatannya. Para anggota kelompok tersebut menyusun rencana tindakan bersama-sama, melakukan tindakan dan mengamati secara bersama atau individual, dan melakukan refleksi bersama. Selanjutnya, kelompok tersebut secara sadar merumuskan kembali rencana tindakan berdasarkan informasi yang lebih lengkap dan lebih teliti dari hasil refleksi bersama. Hal ini dilakukan terus (seperti spiral) atas dasar tindakan-tindakan dalam
sejumlah siklus sampai dapat dilihat adanya perubahan dan peningkatan. Untuk mencapai hal tersebut, ada empat aspek pokok yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh peneliti, yakni sebagai berikut.

            (1) Menyusun rencana tindakan (mengkaji situasi dan merancang kegiatan)
            (2) Melaksanakan tindakan (melakukan kegiatan sesuai rencana)
            (3) Melakukan observasi (mengamati dan mencatat fakta yang ditemukan)
            (4) Melakukan refleksi (mengingat dan merenungkan kembali catatan data)

C.  Jenis Penelitian Tindakan

1.   Penelitian Tindakan Diagnostik
            Penelitian ini dirancang untuk menuntun ke arah tindakan. Pelaku penelitian memasuki situasi tertentu, baik diundang maupun atas inisiatif sendiri, kemudian mempelajari berbagai hal yang terjadi dalam situasi yang dimasuki. Misalnya, peneliti mempelajari perilaku siswa di sekolah, aktivitas siswa di perpustakaan, interaksi antara siswa, interaksi siswa dengan guru, keterlibatan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, antusias siswa dalam belajar dan mengerjakan tugas dari
guru, dll. Atas dasar fakta yang diperoleh itulah, peneliti membuat membuat tabulasi, klasifikasi, dan menganalisis fakta, kemudian membuat rekomendasi melalui proses intuisi. Hanya saja, jika peneliti tidak menjadi bagian/anggota dari instansi itu, seringkali rekomendasinya kurang realistik. Inilih sisi kelemahan penelitian tindakan diagnostik.
           
2.   Penelitian Tindakan Partisipan
            Jinis penelitian ini muncul karena adanya titik lemah pada penelitian tindakan diagnistik. Gagasan dasar jenis penelitian tindakan partisipan ini adalah orang yang akan melakukan tindakan harus terlibat langsung dalam proses penelitian dari awal sampai selesai. Dengan demikian, peneliti tidak hanya dapat menyadari perlunya melakukan program tindakan tertentu, tetapi secara lahir dan batin akan terlibat dalam proses pelaksanaan tindakan tersebut.

3.   Penelitian Tindakan Empiris
            Gagasan dasar jenis penelitian tindakan empiris adalah peneliti melakukan sesuatu, mencatat dan membukukan segala sesuatu yang dilakukan dan segala sesuatu yang terjadi. Pada dasarnya, proses penelitian ini berkenaan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman dalam tugas dan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Penelitian ini berusaha memverifikasi hipotesis dan membuat prinsip-prinsip baru atas dasar pengalaman khusus di lapangan. Beberapa kelemahan penelitian tindakan empiris, yakni (1) banyak pemimpin kelompok atau organisasi yang tidak berkemampuan merumuskan hipotesis secara eksplisit, (2) jika peneliti memiliki tanggung jawab yang terlalu besar, ia tidak berkesempatan membuat catatatan secara lengkap dan melakukan pengamatan secara cermat, (3) oleh karena menilai tindakannya sendiri, peneliti sulit untuk bertindak objektif.

4.   Penelitian Tindakan Eksperimental
            Di antara jenis penelitian tindakan yang ada, penelitian tindakan eksperimental memiliki nilai potensial yang paling besar untuk kemajuan pengetahuan ilmiah karena penelitian tindakan eksperimentas dilakukan melalui proses perencanaan, uji-coba, dan pengujian yang ilmiah tentang hipotesis tertentu. Namun, pelaksanaan jenis penelitian tindakan eksperimentas sering menghadai berbagai kesulitan, antara lain (1) keterbatasan kemampuan peneliti untuk membuat prediksi secara akurat, (2) keterbatasan kemampuan peneliti untuk mengontrol proses tindakan sosial, dan (3) keterbatasan kemampuan peneliti untuk melakukan pengukuran yang layak.
            Pemilihan jenis penelitian tindakan yang akan dilakukan sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi yang dihadapi oleh peneliti.

D.  Masalah-masalah Praktis dalam Penelitian Tindakan

1.  Pemrakarsa Penelitian Tindakan
            Pemrakarsa penelitian tindakan biasanya muncul daro orang yang memiliki kepedulian besar terhadap kebutuhan untuk meningkatkan suatu situasi, misalnya situasi belajar-mengajar di kelas, situasi pemanfaatan buku-buku di perpustakaan sekolah, situasi pengelolaan sekolah. Ada dua kelompok orang yang dapat terlibat dalam usaha kolaborasi penelitian tindakan, yakni (1) kelompok orang yang langsung terlibat dalam kehidupan situasi terkait, misalnya guru, kepala sekolah, pegawai di sekolah, dan (2)  kelompok orang yang tidak langsung terlibat dalam kehidupan situasi terkait, yaitu orang yang memiliki pengetahuan penelitian tindakan dan dapat melaksanakannya, misalnya peneliti dari perguruan tinggi atau lembaga penelitian.

2.  Pemilik Penelitian Tindakan
            Walaupun pemrakarsa penelitian tindakan itu sering datang dari pihak luar sebagai fasilitator, misalnya konsultan, sebaiknya orang-orang yang dikenai kegiatan penelitian itu sekaligus dilibatkan langsung dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini bertujuan agar orang yang dilibatkan dalam proses penelitian tersebut merasa “memiliki” sehingga proses pelaksanaan penelitian tindakan dapat berjalan secara optimal dan hasilnya dapat dirasakan dan diaplikasikan oleh orang yang dilibatkan tersebut.

3.  Sasaran Penelitian Tindakan
            Sasaran penelitian tindakan bukan untuk memecahkan masalah, melainkan untuk meneliti praktik atau kegiatan secara sistematis yang sering muncul karena adanya masalah dalam situasi tertentu. Oleh sebab itu, penelitian tindakan tidak cocok digunakan untuk tujuan pengembangan teori karena tujuan pokok dilakukan pnelitian tindakan adalah peningkatan praktik dalam situasi kehidupan nyata.

4.  Data Penelitian Tindakan
            Data penelitian tindakan, antara lain berupa semua catatan hasil observasi, transkrip wawancara, rekaman audio dan vidio, yang dikumpulkan dengan berbagai teknik yang relevan. Fungsi data sebagai dasar untuk membuat refleksi dan merekonstruksi tindakan. Oleh sebab itu, pengumpulan data bukan hanya untuk keperluan menyusun hipotesis, melainkan untuk mendokumentasikan hasil observasi dan untuk menjembatani antara momen-momen tindakan dan refleksi dalam siklus penelitian tindakan.  Data tersebut dapat berupa catatan hasil observasi, rekaman audio, rekaman vidio, foto, portofolio, dll.

5.  Analisis Data dalam Penelitian Tindakan
            Analisis data dalam penelitian tindakan hakikatnya terwakili oleh momen refleksi pada setiap siklus penelitian tindakan. Dengan melakukan refleksi, peneliti akan memiliki wawasan yang otentik yang akan membantu dalam penafsiran data. Untuk mengurangi kesubjektifan penafsiran, peneliti perlu melakukan diskusi dengan orang lain, anggota peneliti, atau kolaborator untuk mencermati datanya lewat pandangan yang berbeda. Dengan kata lain, upaya triangulasi perlu dilakukan dengan mengacu pendapat, konsep, atau persepsi orang lain.

E.  Teknik Pemantauan dalam Penelitian Tindakan
            Pemantauan dalam proses penelitian tindakan dapat dilakukan dengan berbagai teknik, yakni sebagai berikut.

1.  Catatan Anekdot
            Pemantauan dengan cara membuat catatan riwayat tertulis, deskriptif, longitudinal (dalam jangka waktu lama) tentang segala sesuatu yang dikatakan atau dilakukan peseorangan dalam situasi nyata tertentu. Deskripsi tersebut mencakup konteks dan peristiwa yang terjadi sebelum dan setelah peristiwa yang terkait. Deskripsi data yang lengkap dan akurat akan memberikan gambaran umum dan lengkap yang akajn berperan penting dalam penjelasan dan penafsiran.

2.  Catatan Lapangan
            Teknik ini sejenis dengan catatan anekdot. Namun, teknik catatan lapangan mencakup pula masalah kesan dan penafsiran subjektif. Deskripsinya dapat mencakup referensi, seperti pembelajaran yang baik, perilaku kurang perhatian, kecerobohan, dll.

3.  Deskripsi Perilaku Ekologis
            Teknik ini berusaha untuk mencatat hasil observasi dan pemahaman terhadap perilaku secara lengkap. Misalnya, kelas dalam suasana serius, tetapi tiba-tiba tertawa sangat keras, suasana kelas sangat kaduh, dll.
4.  Analisis Dokumen
            Gambaran tentang persoalan sekolah, ketertiban sekolah, kepegawaian dapat dikonstruksi dengan berbagai dokumen, seperti surat yang masuk dan keluar, memo untuk staf, edaran untuk siswa, surat untuk wali siswa, daftar hadir siswa, papan pengumuman, pekerjaan siswa yang dipublikasikan, berbagai kebijakan dan peraturan.

5.  Catatan Harian
            Catatan harian merupakan riwayat pribadi yang dilakkan secara teratur mengenai topik yang diminati atau yang dipethatikan. Catatan harian dapat berisi hasil observasi, perasaan, reaksi, dugaan, refleksi, hipotesis, atau penjelasan.

6.  Logs
            Teknik ini hampir sama dengan catatan haris, hanya saja biasanya disusun dengan mempertimbangkan alokasi waktu untuk kegiatan tertentu. Di samping itu, teknik ini juga dapat memuat komentar tentang peristiwa.

7.  Kartu Cuplikan Butir
            Teknik ini mirip dengan catatan harian, tetapi pencatatannya dengan menggunakan sejumlah kartu. Satu kartu untuk mencatat satu topik tertentu sehingga satu set kartu dapat digunakan untuk berbagai topik yang berbeda.

8.  Portofolio
            Teknik ini membuat koleksi bahan yang disusun dengan tujuan tertentu. Dokumen apa pun  yang relevan dengan persoalan yang sedang diteliti dapat dimuat dalam portofolio.

9.  Angket
            Teknik ini berupa pertanyaan tertulis yang memerlukan jawaban tertulis pula. Pertanyaan dalam angket ada dua jenis, yakni (1) pertanyaan terbuka: pertanyaan ini meminta informasi atau pendapat dengan kata-kata responden sendiri dan pertanyaan ini berguna bagi eksplorasi, tetapi menghasilkan jawaban yang bervariasi sehingga sulit disatukan; (2) pertanyaan tertutup atau pilihan ganda: pertanyaan ini meminta responden untuk memilh jawaban yang paling dekat pendapat, perasaan, penilaian, atau posisi mereka.

10. Wawancara
            Teknik wawancara lebih fleksibel daripada angket. Oleh sebab itu, teknik wawancara sangat berguna untuk mendapatkan data mengenai persoalan yang sedang dijajagi. Wawancara dapat dilakukan dengan tiga kemungkinan cara, yakni (1) wawancara tak terencana/spontan: omong-omong informal di antara pelaku penelitian atau subjek penelitian; (2) wawancara terencana, tapi tidak terstruktur: satu atau dua pertanyaan awal dari pewawancara, tetapi selanjutnya pertanyaan dapat dari responden atau pewawancara sehingga pertanyaan berkembang dan tidak fokus; (3) wawancara terstruktur: pertanyaan telah disiapkan oleh pewawancara dan percakapan dikendalikan oleh arah pertanyaan.

11. Metode Sosiometrik
            Metode ini digunakan untuk mencari data yang terkait dengan sikap atau penilaian antara individu. Misalnya, antara individu itu disukai atau saling menyukai. Hasilnya biasanya diungkapkan dengan diagram pada sosiogram yang mencatan hubungan timbal balik seluruh kelompok.

12. Cheklist Interaksi
            Teknik ini dapat digunakan oleh peneliti berdasarkan waktu, pencatatannya dilakukan atas dasar jarak waktu atau peristiwa dan dilakukan pada saat peristiwa itu terjadi. Cheklist interaksi ini dapat menunjuk pada perilaku verbal guru, perilaku verbal siswa, perilaku nonverbal guru, perilaku nonverbal sisa.

13. Rekaman Pita
            Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dengan merekam kejadian atau peristiwa, seperti pelajaran, rapat, diskusi, seminar, lokakarya yang menghasilkan banyak informasi yang bermanfaat. Teknik ini sangat berguna bagi kontak satu lawan satu dan kelompok kecil. Jika transkripsi ekstensif diperlukan, prosesnya mungkin sangat panjang dari segi waktu.

14. Rekaman Video
            Teknik ini dapat digunakan oleh peneliti untuk merekan satuan kegiatan/peristiwa yang penganalisisannya pada waktu lain. Hal ini akan lebih baik jika satuan rekamannya pendek karena pemutaran ulang akan memekan waktu lama.

15. Foto dan Slide
            Teknik ini berguna untuk merekam peristiwa penting guna mendukung atau melengkapi bentuk rekaman lain. Peneliti dapat menggunakan rekaman fotografik. Karena daya tariknya bagi subjek penelitian, foto dan slide dapat diacu dalam wawancara berikutnya dan diskusi tentang data.

16. Penampilan Subjek Penelitian pada Kegiatan Pnelitian
            Teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh data yang terkait dengan penilaian prestasi, gaya penampilan, penguasaan situasi, diagnosis kelemahan. Dalam pelaksanaan penelitian peneliti dapat menggunakan berbagai teknik pemantauan tersebut. Namun, pemilihan teknik pengumpulan data tersebut harus mempertimbangkan keseuaiannya dengan jenis data yang akan dikumpulkan.

F.  Penutup
            Penelitian tindakan bukan bertujuan untuk mengembangkan ilmu atau pengetahuan ilmiah, melainkan untuk meningkatkan suatu situasi tertentu berdasarkan masalah yang dihadapi dalam praktik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan penelitian tindakan, peneliti perlu memperhatikan, memahami, dan menyiapkan komponen-komponen penting berikut.
(1)  Prosedur dasar penelitian tindakan: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
(2)  Pemilihan jenis penelitian tindakan yang relevan dengan masalah, tujuan, dan kondisi  yang ada.
(3)   Persoalan-persoalan praktis dalam penelitian tindakan.
(4)   Berbagai teknik pemantauan dalam pemerolehan data penelitian.
(5)   Penerapan teknik triangulasi untuk menekan kesubjektifan penafsiran.

Rabu, 08 Juni 2011

Wawancara

 PENGERTIAN WAWANCARA

"  Wawancara memiliki beberapa tujuan pokok: menggali informasi, komentar, opini, fakta, atau data tentang suatu masalah atau peristiwa dengan mengajukan pertanyaan kepada nara sumber.
"  Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan bahan berita. Pelaksanannya dapat dilakukan secara langsung bertatap muka, atau secara tidak langsung seperti melalui telepon, internet, atau surat.
"  Wawancara bahkan tidak hanya digunakan sebagai metode jurnalistik untuk mengumpulkan informasi, tetapi merupakan bagian dari penyajian informasi…biasa disebut “wawancara eksklusif”.
"  Wawancara berita adalah kegiatan tanya-jawab yang dilakukan wartawan dengan nara sumber untuk memperoleh informasi menarik dan penting yang diinginkan.
"  Wawancara adalah salah satu cara untuk mencari fakta dengan meminjam indera (mengingat dan merekonstruksi) sebuah peristiwa, mengutip pendapat dan opini narasumber.
"  Kunci wawancara yang baik menurut Mike Fancher adalah memungkinkan narasumber mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan, bukan memikirkan apa yang mau dikatakan.
"  Wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang (pejabat dsb) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi. (KBBI)

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPAHAMI DAN DILAKUKAN DALAM WAWANCARA

*           Wawancara hakikatnya adalah sebuah obrolan, seperti berbincang dengan seorang teman, namun dengan topik pembicaraan tertentu dan terarah.
*           Lakukan wawancara secara alamiah, jangan dibuat-buat atau sangat formalistik sehingga menjadi kaku.
*           Selain mendengarkan dengan baik, pewawancara juga menyimak, merekam, dan menuliskan ucapan narasumber…jangan terlalu mengandalakan tape recorder
*           Lakukan persiapan! Carilah referensi!
*           Siapkan pertanyaan!
*           Buatlah janji dengan narasumber dan pastikan Anda datang tepat waktu.
*           Perkenalkan diri dan media tempat Anda bekerja.
*           Jangan buru-buru mengambil  catatan…dapat membuat narasumber gugup.
*           Ajukan pertanyaan pertamatentang ejaan nama dan tanggal lahir narasumber.
*           Mulailah dengan pertanyaan mudah untuk membuat narasumber rileks.
*           Ajukan pertanyaan awal dan akhir yang memancing jawaban berupa uraian panjang
*           Jangan berjanji untuk membiarkan narasumber membaca dulu hasil wawancara sebelum diterbitkan
*           Tanyalah narasumber apakah ia bersedia dihubungi lagi untuk tindak lanjut
*           Gunakan singkatan untuk memudahkan pencatatan



PERSYARATAN WAWANCARA YANG BAIK MENURUT JONATHAN

©  Mempunyai tujuan yang jelas
harus ada tujuan yang direncanakan, jika tidak maka tanya jawab disebut obrolan. Pewawancara harus mampu mempertanggungjawabkan tujuan dan target yang ingin dicapai melalui wawancara tersebut.
©  Efisien
Wawancara dikatakan efisien jika mampu mengungkap tujuan pokok wawancara dalam waktu ringkas. Jangan berbelit. Lakukan wawancara secara mendalam tetapi ringkas untuk mengungkap banyak hal.
©  Menyenangkan
Lakukan proses wawancara yang bebas dari pola “tekanan” yang merupakan ciri interogasi. Wawancara harus menimbulkan rasa senang. Jika rasa senang tercipta, maka timbul saling percaya dan saling menghargai antara pewawancara dan sumber.
©  Mengandalkan persiapan dan riset awal
Persiapan diawali dengan penentuan topik. Perlu dilakukan pengumpulan data atau informasi yang berkaitan dengan topik. Penguasaan materi akan menimbulkan rasa hormat dari sumber yang diwawancarai.
©  Melibatkan kepentingan khalayak
Wawancara membuat khalayak tidak merasa asing dengan topik yang sedang dibicarakan, dalam pengertian lain pewawancara berhasil mewakili kepentingan khalayak untuk memperoleh kepastian.
©  Menimbulkan spontanitas
wawancara yang baik sanggup menimbulkan spontanitas. Jawaban dari sumber bukanlah jawaban yang telah dipersiapkan secara tertulis. Jawaban yang telah dipersiapkan secara tertulis membuat pewawancara sulit mengembangkan pertanyaan.
©  Pewawancara berfungsi sebagai pengendali
Wawancara akan menarik apabila pewawancara tetap berfungsi sebagai pengendali acara. Jika pengendalinya adalah narasumber, maka pewawancara tidak  dapat mengembangkan pertanyaan dan alur yang sudah direncanakan. Hal seperti ini dapat terjadi jika pewawancara tidak berwibawa, tidak menguasai permasalahan, atau rendah diri.
©  Mampu mengembangkan logika
Logika harus diutamakan dalam wawancara. Tuntutan ini dalam upaya menghindari debat kusir, saling menyerang, atau usaha mempertahankan pendapat masing-masing tanpa dasar akal sehat.



BAHASA JURNALISTIK INDONESIA

Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Meski pers nasional yang menggunakan bahasa Indonesia sudah cukup lama usianya, sejak sebelum tahun 1928 (tahun Sumpah Pemuda), tapi masih terasa perlu sekarang kita menuju suatu bahasa jurnalistik Indonesia yang lebih efisien. Dengan efisien saya maksudkan lebih hemat dan lebih jelas. Asas hemat dan jelas ini penting buat setiap reporter, dan lebih penting lagi buat editor.
Di bawah ini diutarakan beberapa fasal, yang diharapkan bisa diterima para (calon) wartawan dalam usaha kita ke arah efisien penulisan.

HEMAT

Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan:
(1)  unsur kata
(2)  unsur kalimat

Penghematan Unsur Kata


1a) Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya arti. Misalnya:

agar supaya   .................           agar, supaya
akan tetapi     .................           tapi
apabila            .................           bila
sehingga         .................           hingga
meskipun       .................           meski
walaupun       .................           walau
tidak                .................           tak (kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri).

1b) Kata daripada atau dari pada juga sering bisa disingkat jadi dari.
Misalnya:
''Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang'', menjadi ''Keadaan lebih baik sebelum perang''. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: ''Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang''.

1c) Ejaan yang salahkaprah justru bisa diperbaiki dengan menghemat huruf. Misalnya:
sjah                 ......... sah
khawatir         ......... kuatir
akhli                ......... ahli
tammat           ......... tamat
progressive    ......... progresif
effektif                        ......... efektif

Catatan: Kesulitan pokok kita di waktu yang lalu ialah belum adanya ejaan standard bahasa Indonesia. Kita masih bingung, dan berdebat, tentang: roch atau roh? Zaman atau jaman? Textil atau tekstil? Kesusasteraan atau kesusastraan? Tehnik atau teknik? Dirumah atau di rumah?

Musah-mudahan dengan diputuskannya suatu peraturan ejaan standard, kita tak akan terus bersimpang-siur seperti selama ini. Ejaan merupakan unsur dasar bahasa tertulis. Sebagai dasar, ia pegang peranan penting dalam pertumbuhan bahasa, misalnya buat penciptaan kata baru, pemungutan kata dari bahasa lain dan sebagainya.

1d) Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian       = lalu
makin              = kian
terkedjut        = kaget
sangat = amat
demikian        = begitu
sekarang        = kini

Catatan: Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Dalam soal memilih sinonim yang telah pendek memang perlu ada kelonggaran, dengan mempertimbangkan rasa bahasa.

Penghematan Unsur Kalimat


Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.

2a) Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat:
-          ''Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman''.
(Bisa disingkat: ''Merupakan kenyataan, bahwa ................'').
-          ''Apa yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas''.
(Bisa disingkat: ''Yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro...........'').

2b) Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
-          ''Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri''?
(Bisa disingkat: ''Akan terus tergantungkah Indonesia.....'').
-          Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak''.
(Bisa disingkat: ''Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak'').

2c) Pemakaian dari sebagai terjemahan of (Inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan; Juga daripada.
-          ''Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan''.
(Bisa disingkat: ''Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan''.
-          ''Sintaksis adalah bagian daripada Tatabahasa''.
(Bisa disingkat: ''Sintaksis adalah bagian Tatabahasa'').

2d) Pemakaian untuk sebagai terjemahan to (Inggris) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
-          ''Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India''.
(Bisa disingkat: ''Uni Soviet cenderung mengakui............'').
-          ''Pendirian semacam itu mudah untuk dipahami''.
(Bisa disingkat: ''Pendirian semacam itu mudah dipahami'').
-          ''GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal''.
(Bisa disingkat: ''GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbaruhi.......'').

Catatan: Dalam kalimat: ''Mereka setuju untuk tidak setuju'', kata untuk demi kejelasan dipertahankan.

2e) Pemakaian adalah sebagai terjemahan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu:
-          ''Kera adalah binatang pemamah biak''.
(Bisa disingkat ''Kera binatang pemamah biak'').

Catatan: Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: ''Pikir itu pelita hati''. Kita bisa memakainya, meski lebih baik dihindari. Misalnya kalau kita harus menterjemahkan ''Man is a better driver than woman'', bisa mengacaukan bila disalin: ''Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita''.

2f) Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu:
-          ''Presiden besok akan meninjau pabrik ban Good year''.
(Bisa disingkat: ''Presiden besok meninjau pabrik.........'').
-          ''Tadi telah dikatakan ........''
(Bisa disingkat: ''Tadi dikatakan.'').
-          ''Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri''.
(Bisa disingkat: ''Kini Clay mempersiapkan diri'').

2g) Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan:
-          ''Pd. Gubernur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti''.
-          ''Tidak diragukan lagi bahwa ialah orangnya yang tepat''. (Bisa disingkat: ''Tak diragukan lagi, ialah orangnya yang tepat''.).

Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu.

2h) Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang-kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu:
-          ''Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia''.
(Bisa disingkat: ''Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia'').
-          ''Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia''.

2i) Pembentukan kata benda (ke + ..... + an atau pe + ........ + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu:
-          ''Tanggul kali Citanduy kemarin mengalami kebobolan''.
(Bisa dirumuskan: ''Tanggul kali Citanduy kemarin bobol'').
-          ''PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta''.
(Bisa dirumuskan: ''PN Sandang rugi Rp 3 juta'').
-          ''Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya''
(Bisa disingkat: ''Ia telah tiga kali menipu saya'').
-          Ditandaskannya sekali lagi bahwa DPP kini sedang memikirkan langkah-langkah untuk mengadakan peremajaan dalam tubuh partai''.
(Bisa dirumuskan: ''Ditandaskannya sekali lagi, DPP sedang memikirkan langkah-langkah meremajakan tubuh partai'').

2j) Penggunaan kata sebagai dalam konteks ''dikutip sebagai mengatakan'' yang belakangan ini sering muncul (terjemahan dan pengaruh bahasa jurnalistik Inggris & Amerika), masih meragukan nilainya buat bahasa jurnalistik Indonesia. Memang, dalam kalimat yang memakai rangkaian kata-kata itu (bahasa Inggrisnya ''quoted as saying'') tersimpul sikap berhati-hati memelihat kepastian berita. Kalimat ''Dirjen Pariwisata dikutip sebagai mengatakan......'' tak menunjukkan Dirjen Pariwisata secara pasti mengatakan hal yang dimaksud; di situ si reporter memberi kesan ia mengutipnya bukan dari tangan pertama, sang Dirjen Pariwisata sendiri. Tapi perlu diperhitungkan mungkin kata sebagai bisa dihilangkan saja, hingga kalimatnya cukup berbunyi: ''Dirjen Pariwisata dikutip mengatakan...........''.

Bukankah masih terasa kesan bahwa si reporter tak mengutipnya dari tangan pertama?
Lagipula, seperti sering terjadi dalam setiap mode baru, pemakaian sebagai biasa menimbulkan ekses.
Contoh: Ali Sadikin menjelaskan tetang pelaksanaan membangun proyek miniatur Indonesia itu sebagai berkata: ''Itu akan dilakukan dalam tiga tahap'' Harian Kami, 7 Desember 1971, halaman 1). Kata sebagai dalam berita itu samasekali tak tepat, selain boros.

2k) Penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, juga bisa tak tepat dan boros. Dimana sebagai kataganti penanya yang berfungsi sebagai kataganti relatif muncul dalam bahasa Indonesia akibat pengaruh bahasa Barat.

1)     Dr. C. A. Mees, dalam Tatabahasa Indonesia (G. Kolff & Co., Bandung, 1953 hal. 290-294) menolak pemakaian dimana. Ia juga menolak pemakaian pada siapa, dengan siapa, untuk diganti dengan susunan kalimat Indonesia yang ''tidak meniru jalan bahasa Belanda'', dengan mempergunakan kata tempat, kawan atau teman. Misalnya: ''orang tempat dia berutang'' (bukan: pada siapa ia berutang); ''orang kawannya berjanji tadi'' (bukan: orang dengan siapa ia berjanji tadi).

Bagaimana kemungkinannya untuk bahasa jurnalistik?
Misalnya: ''Rumah dimana saya diam'', yang berasal dari ''The house where I live in'', dalam bahasa Indonesia semula sebenarnya cukup berbunyi: ''Rumah yang saya diami''. Misal lain: ''Negeri dimana ia dibesarkan'', dalam bahasa Indonesia semula berbunyi: ''Negeri tempat ia dibesarkan''.

Dari kedua misal itu terasa bahasa Indonesia semula lebih luwes, kurang kaku. Meski begitu tak berarti kita harus mencampakkan kata dimana sama sekali dari pembentukan kalimat bahasa Indonesia. Hanya sekali lagi perlu ditegaskan: penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, bisa tak tepat dan boros. Saya ambilkan 3 contoh ekses penggunaan dimana dari 3 koran:

Kompas, 4 Desember 1971, halaman I:
''Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) dimana konsentrasi besar mereka ada di Vietnam''.

Sinar Harapan, 24 November 1971, halaman III:
''Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini sedang menggarap 9 buah perkara tindak pidana korupsi, dimana ke-9 buah perkara tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya masih dalam pengusutan.''

Abadi, 6 Desember 1971, halaman II:
''Selanjutnya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dunia dewasa ini masih belum menentu, dimana secara tidak langsung telah dapat mempengaruhi usaha-usaha pemerintah di dalam menjaga kestabilan, baik untuk perluasan produksi ekonomi dan peningkatan ekspor''.

Dalam ketiga contoh kecerobohan pemakaian dimana itu tampak: kata tersebut tak menerangkan tempat, melainkan hanya berfungsi sebagai penyambung satu kalimat dengan kalimat lain. Sebetulnya masing-masing bisa dirumuskan dengan lebih hemat:

-          ''Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI), yang konsentrasi besarnya ada di Vietnam''.
-          ''Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini menggarap 9 perkara tindak pidana korupsi. Ke-9 perkata tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya (sisanya) masih dalam pengusutan''.
-          ''Selanjuntya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dewasa ini masih belum menentu. Hal ini secara tidak langsung telah dapat..... dst''.

Perhatikan:
  1. Kalimat itu dijadikan dua, selain bisa menghilangkan dimana, juga menghasilkan kalimat-kalimat pendek.
  2. ''dewasa ini sedang'' cukup jelas dengan ''dewasa ini''.
  3. kata ''9 buah'' bisa dihilangkan ''buah''-nya sebab kecuali dalam konteks tertentu, kata penunjuk-jenis (dua butir telor, 5 ekor kambing, 7 sisir pisang) kadang-kadang bisa ditiadakan dalam bahasa Indonesia mutahir.
  4. Kalimat dijadikan dua. Kalimat kedua ditambahi Hal ini atau cukup Ini diawalnya.

2l) Dalam beberapa kasus, kata yang berfungsi menyambung satu kalimat dengan kalimat lain sesudahnya juga bisa ditiadakan, asal hubungan antara kedua kalimat itu secara implisit cukup jelas (logis) untuk menjamin kontinyuitas. Misalnya:
-          ''Bukan kebetulan jika Gubernur menganggap proyek itu bermanfaat bagi daerahnya. Sebab 5 tahun mendatang, proyek itu bisa menampung 2500 tenaga kerja setengah terdidik''. (Kata sebab diawal kalimat kedua bisa ditiadakan: hubungan kausal antara kedua kalimat secara implisit sudah jelas).
-          ''Pelatih PSSI Witarsa mengakui kekurangan-kekurangan di bidang logistik anak-anak asuhnya. Kemudian ia juga menguraikan perlunya perbaikan gizi pemain'' (Kata kemudian diawal kalimat kedua bisa ditiadakan; hubungan kronologis antara kedua kalimat secara implisit cukup jelas).

Tak perlu diuraikan lebih lanjut, bahwa dalam hal hubungan kausal dan kronologi saja kata yang berfungsi menyambung dua kalimat yang berurutan bisa ditiadakan. Kata tapi, walau atau meski yang mengesankan ada yang yang mengesankan adanya perlawanan tak bisa ditiadakan.

JELAS

Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar penghematan dalam menulis, di bawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan dua prasyarat:
  1. Si penulis harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan juga pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuannya sendiri.
  2. Si penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.

Memahami betul soal-soal yang mau ditulisnya berarti juga bisa menguasai bahan penulisan dalam suatu sistematik. Ada orang yang sebetulnya kurang bahan (baik hasil pengamatan, wawancara, hasil bacaan, buah pemikiran) hingga tulisannya cuma mengambang. Ada orang yang terlalu banyak bahan, hingga tak bisa membatasi dirinya: menulis terlalu panjang. Terutama dalam penulisan jurnalistik, tulisan kedua macam orang itu tak bisa dipakai. Sebab penulisan jurnalistik harus disertai informasi faktuil atau detail pengalaman dalam mengamati, berwawancara dan membaca sumber yang akurat. Juga harus dituangkan dalam waktu dan ruangan yang tersedia. Lebih penting lagi ialah kesadaran tentang pembaca.

Sebelum kita menulis, kita harus punya bayangan (sedikit-sedikitnya perkiraan) tentang pembaca kita: sampai berapa tinggi tingkat informasinya? Bisakah tulisan saya ini mereka pahami? Satu hal yang penting sekali diingat: tulisan kita tak hanya akan dibaca seorang atau sekelompok pembaca tertentu saja, melainkan oleh suatu publik yang cukup bervariasi dalam tingkat informasi. Pembaca harian atau majalah kita sebagian besar mungkin mahasiswa, tapi belum tentu semua tau sebagian besar mereka tahu apa dan siapanya W. S. Renda atau B. M. Diah. Menghadapi soal ini, pegangan penting buat penulis jurnalistik yang jelas ialah: buatlah tulisan yang tidak membingungkan orang yang yang belum tahu, tapi tak membosankan orang yang sudah tahu. Ini bisa dicapai dengan praktek yang sungguh-sungguh dan terus-menerus.

Sebuah tulisan yang jelas juga harus memperhitungkan syarat-syarat teknis komposisi:
    1. tanda baca yang tertib.
    2. ejaan yang tidak terlampau menyimpang dari yang lazim dipergunakan atau ejaan standard.
    3. pembagian tulisan secara sistematik dalam alinea-alinea. Karena bukan tempatnya di sini untuk berbicara mengenai komposisi, cukup kiranya ditekankan perlunya disiplin berpikir dan menuangkan pikiran dalam menulis, hingga sistematika tidak kalang-kabut, kalimat-kalimat tidak melayang kesana-kemari, bumbu-bumbu cerita tidak berhamburan menyimpang dari hal-hal yang perlu dan relevan.

Menuju kejelasan bahasa, ada dua lapisan yang perlu mendapatkan perhatian:
  1. unsur kata.
  2. unsur kalimat.

1a. Berhemat dengan kata-kata asing. Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income per capita, Meet the Press, steam-bath, midnight show, project officer, two China policy, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded dan apa lagi.

Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja. Sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa Inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika diingat rakyat kebanyakan memahami bahasa Inggris sepatah pun tidak.

Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemahkan kata-kata asing yang relatif mudah diterjemahkan harus segera dimulai. Tapi sementara itu diakui: perkembangan bahasa tak berdiri sendiri, melainkan ditopang perkembangan sektor kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemahan lunar module, feasibility study, after-shave lotion, drive-in, pant-suit, technical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterpeneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll., karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan kultural kita. Walau begitu, ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan ''cutbrai'') tetap perlu.

1b. Menghindari sejauh mungkin akronim. Setiap bahasa mempunyai akronim, tapi agaknya sejak 15 tahun terakhir, pers berbahasa Indonesia bertambah-tambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat: menyingkat ucapan dan penulisan dengan cara yang mudah diingat.

Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya jarang bersukukata tunggal dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, kecenderungan membentuk akronim memang lumrah. ''Hankam'', ''Bappenas'', ''Daswati'', ''Humas'' memang lebih ringkas dari ''Pertahanan & Keamanan'' ''Badan Perencanaan Pembangunan Nasional'', ''Daerah Swantantra Tingkat'' dan ''Hubungan Masyarakat''.

Tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan terlalu sering. Di samping itu, perlu diingat: ada yang membuat akronim untuk alasan praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan), ada yang membuat akronim untuk bergurau, mengejek dan mencoba lucu (misalnya di kalangan remaja sehari-hari: ''ortu'' untuk ''orangtua''; atau di pojok koran: ''keruk nasi'' untuk ''kerukunan nasional'') tapi ada pula yang membuat akronim untuk menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik (misalnya ''Manikebu'' untuk ''Manifes Kebudayaan'', ''Nekolim'' untuk ''neo-kolonialisme''. ''Cinkom'' untuk ''Cina Komunis'', ''ASU'' untuk ''Ali Surachman''). Bahasa jurnalistik, dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis terakhir itu. Juga akronim bahasa pojok sebaiknya dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya ''Djagung'' untuk ''Djaksa Agung'', ''Gepeng'' untuk ''Gerakan Penghematan'', ''sas-sus'' untuk ''desas-desus''.

Saya tak bermaksud memberikan batas yang tegas akronim mana saja yang bisa dipakai dalam bahasa pemberitaan atau tulisan dan mana yang tidak. Saya hanya ingin mengingatkan: akronim akhirnya bisa mengaburkan pengertian kata-kata yang diakronimkan, hingga baik yang mempergunakan ataupun yang membaca dan yang mendengarnya bisa terlupa akan isi semula suatu akronim. Misalnya akronim ''Gepeng'' jika terus-menerus dipakai bisa menyebabkan kita lupa makna ''gerakan'' dan ''penghematan'' yang terkandung dalam maksud semula, begitu pula akronim ''ASU''. Kita makin lama makin alpa buat apa merenungkan kembali makna semula sebelum kata-kata itu diakronimkan. Sikap analitis dan kritis kita bisa hilang terhadap kata berbentuk akronim itu, dan itulah sebabnya akronim sering dihubungkan dengan bahasa pemerintahan totaliter dan sangat penting dalam bahasa Indonesia.

Tapi seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang anak kalimatnya; terlebih-lebih lagi, jika kalimat majemuk itu kemudian bercucu kalimat.

Pada dasarnya setiap kalimat yang amat panjang, lebih dari 15-20 kata, bisa mengaburkan hal yang lebih pokok, apalagi dalam bahasa jurnalistik. Itulah sebabnya penulisan lead (awal) berita sebaiknya dibatasi hingga 13 kata. Bila lebih panjang dari itu, pembaca bisa kehilangan jejak persoalan. Apalagi bila dalam satu kalimat terlalu banyak data yang dijejalkan.

Contoh:
Harian Kami, 4 Desember 1971, halaman 1:
''Sehubungan dengan berita 'Harian Kami' tanggal 25 November 1971 hari Kamis berjudul: 'Tanah Kompleks IAIN Ciputat dijadikan Objek Manipulasi' (berdasarkan keterangan pers dari Hamdi Ajusa, Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Djakarta) maka pada tanggal 28 November jbl. di Kampus IAIN tersebut telah diadakan pertemuan antara pihak Staf JPMII (Jajasan Pembangunan Madrasah Islam & Ihsan - Perwakilan Ciputat) dengan Hamdi Ajusa mewakili DM IAIN dengan maksud untuk mengadakan 'clearing' terhadap berita itu.''

Perhatikan: Kalimat itu terdiri dari 60 kata lebih. Sebagai pembaca, saya memerlukan dua kali membacanya untuk memahami yang ingin dinyatakan sang wartawan. Pada pembacaan pertama, saya kehilangan jejak perkara yang disajikan di hadapan saya. Ini artinya suatu komunikasi cepat tak tercapai. Lebih ruwet lagi soalnya jika bukan saja pembaca yang kehilangan jejak dengan dipergunakannya kalimat-kalimat panjang, tapi juga si penulis sendiri.

Pedoman, 4 Desember 1971, halaman IV:
''Selama tour tersebut sambutan masyarakat setempat di mana mereka mengadakan pertunjukan mendapat sambutan hangat.''

Perhatikan: Penulis kehilangan subjek semula kalimatnya sendiri, yakni sambutan masyarakat setempat. Akibatnya kalimat itu berarti, ''yang mendapat sambutan hangat ialah sambutan masyarakat setempat.''

Sinar Harapan, 22 November 1971, halaman VII:
''Di kampung-kampung kelihatan lebaran lebih bersemarak, ketupat beserta sayur dan sedikit daging semur, opor ayam ikut berlebaran. Dari rumah yang satu ke rumah yang lain, ketupat-ketupat tersebut saling mengunjungi dan di langgar-langgar, surau-surau ramai pula ketupat-ketupat, daging semur, opor ayam disantap bersama oleh mereka.''

Perhatikan: Siapa yang dimaksud dengan kata ganti mereka dalam kalimat itu? Si penulis nampaknya lupa bahwa ia sebelumnya tak pernah menyebut ''orang-orang kampung''. Mengingat dekat sebelum itu ada kalimat ketupat-ketupat tersebut saling mengunjungi dan kalimat surau-surau ramai pula ketupat-ketupat, kalimat panjang itu bisa berarti aneh dan lucu: ''daging semur, opor ayam disantap bersama oleh ketupat-ketupat.

[selesai]